25.7.13

Mengikat makna ruang

Kata Peter Zumthor, insirasi desainnya datang lewat image dan mood yang berasal dari bangunan yang pernah dia alami sebelumnya. Entah datang dari perjalanan arsitektur atau dari kenangan masa kecilnya. Ahmad Djuhara bilang kalau tujuan perjalanannya selama ini adalah untuk mengumpulkan 'rasa ruang'. Mungkin rasa ruang yang sama dengan yang dimaksud oleh Zumthor.

Sebenarnya pengalaman-pengalaman ruang seperti ini selalu ada di suatu tempat didalam otak kita, dan pada saat dibutuhkan, memori tersebut akan mencul, yang perlu dipelajari atau diupayakan adalah: pertama, bagaimana menambah sebanyak mungkin memori 'rasa ruang' yang kita miliki, dan yang kedua, ketika sudah dimiliki, kita harus belajar untuk menggunakannnya didalam proses desain secara sadar. Maksud dari 'menggunakannya' disini adalah bagaimana menghadapi image-image tersebut, memiliah, mengkombinasikan dan pada akhirnya menangkap mood tersebut dalam desain bangunan.

Ya benar, mood. Selama ini saya berpikir, seorang arsitek harus banyak melihat bangunan bagus untuk menambah perbendaharaan visualnya (visual vocabulary). Namun setelah membaca In Praise of Shadow (Tanizaki,1977) dan Thinking Architecture (Zumthor, 2006), ternyata apa yang ada lebih dari itu! Ada sesuatu yang tidak terlihat, namun sangat lekat dirasakan, yaitu mood dari ruang. Ini yang lebih penting dari perbendaharaan kata. Detail dan elemen visual dalam arsitektur digunakan untuk mencapai kualitas mood tertentu yang diinginkan.

- - - 

Bagaimana merekam sebuah mood dengan sebaik mungkin? 
Jika perlu sampai kedetail-detailnya.
Sehingga jika diperlukan, memori itu akan muncul dengan baik.

Jika meminjam istilah istri saya, seseorang dapat mengikat makna dari sebuah buku dengan menulis kembali apa yang dia baca. Tentu saja dengan tanpa menulis pun, sesorang mungkin saja bisa mengingat makna dari buku itu dilain waktu, tapi tidak akan sebaik dengan jika dibarengi menulis.

Sama halnya dengan bangunan, kita akan dapat mengikat 'makna' atau 'rasa ruang' dengan lebih baik lewat sketsa! Dengan membuat sketsa, kita dipaksa untuk melakukan dua hal secara sekaligus, pertama: membuat sketsa tidak secepat fotografi, melainkan memaksa kita untuk duduk dan merekam apa yang kita lihat dan rasakan kedalam kertas menggunakan pensil. Hal ini memberi kesempatan pikiran kita untuk memaknai tempat secara lebih baik. Kedua: membuat sketsa adalah sebuah cara alternatif untuk melihat sebuah objek. Dengan membuat sketsa, kita dipaksa untuk melihat detail-detail, relasi bangunan dan ruang dan komposisi yang tidak akan kita tangkap lewat pandangan sekilas. Jadi kesimpulannya, membuat sketsa dapat membantu kita untuk mengikat 'rasa ruang' dengan lebih baik dan akurat.

Bacaan lebih lanjut:
Thinking Architecture, Zumthor, 2006 
In Praise of Shadow, Tanizaki, 1977
Freehand Sketching, Laseau, 2004

17.3.13

Human and Interaction

Ilustrasi dari buku Understanding Comics karya Scott Mc Leod, dengan jeniusnya dia dapat mengilustrasikan hubungan antara alat dan kesadaran dalam kerangka interaksi manusia.

Manusia memiliki kemampuan yang hebat dalam menggunakan alat. Tidak seperti hewan yang memiliki cakar tajam dan paruh untuk mengoyak daging, manusia dapat menggunakan pisau untuk memotong dan mengontrol penuh pisau tersebut seperti anggota tubuhnya sendiri. 

Contoh lainnya adalah kendaraan, manusia dapat mengendarai mobil seolah-olah mobil itu seperti bagian tubuhnya sendiri. Manusia dapat memacu mobil dengan sangat cepat tanpa kehilangan kontrol. Ketika mobilnya diserempet oleh kendaraan lain, manusia dapat merasakan getarannya dan memperkirakan bagian mana dari mobilnya yang rusak. 

Satu contoh lagi, orang tuna netra dapat menggunakan tongkatnya untuk membantu berjalan. Tongkat miliknya telah menjadi perpanjanjangan indranya untuk merasakan tekstur pedestrian, mengetahui apakah ada rintangan didepannya, apakah ada genangan air dsb.

Hipotesa saya adalah semua itu berkaitan dengan kemampuan tangan kita untuk merasakan getaran yang terhalus dari alat yang kita pegang, dan kemudian kerja otak yang akan mensimulasikan atau menerima alat tersebut menjadi bagian dari kesadaran manusia. Saya sudah memikirkan tentang hal ini sejak lama, saya merasa pemikiran tentang hal ini akan menuntun kita lebih jauh untuk memahami interaksi manusia dengan lingkungan buatan. Kita lihat akan sejauh mana ini berkembang.

New Design Book


















Dua hari lalu saya berjalan-jalan ke toko second hand Myrorna di Skarholmen. Niat awalnya saya ingin cari double bed untuk di apartmen baru, sambil lihat-lihat ternyata saya beruntung menemukan dua buku ini di bagian second hand book. Saya bilang beruntung karena, pertama jarang ada buku second berbahasa Inggris disini, kedua, tambah jarang lagi ada buku desain.

Buku yang pertama adalah "The Design of Everyday Things" karya Donald A. Norman buku yang lumayan jadul, ditulis tahun 1988 cetakan 1990 kemudian dicetak beberapa kali, yang terakhir tahun 2002. Ini membuktikan konten nya masih sangat relevan dengan kondisi saat ini. Membaca judul dan covernya langsung membuat saya tertarik. Saya menaruh perhatian pada desain hal-hal kecil disekitar kita, yang banyak orang tidak menyadari, namun sebenarnya sangat penting karena tingkat interaksi kita yang tinggi dengan hal-hal tersebut. Saya mendapatkan buku ini dengan harga 20 kr, cetakan barunya dibanderol 74 kr di Amazon, jadi saya cukup bahagia :)

Buku kedua adalah "An Outline of European Architectecture" karya Nikolaus Pevsner. Buku ini terdapat dalam daftar bacaan wajib mahasiswa di Architectural Association, London. Sesuai dengan judulnya buku ini berisi tentang perkembangan arsitektur di Eropa mulai dari abad pertengahan hingga masa modern. Saya mendapatkan buku ini dengan harga 30 kr, edisi barunya dicetak tahun 2009 dijual dengan harga 160 kr. Jadi kembali saya berbahagia :)

edit:
Saya menemukan presentasi dari Donald A. Norman pada sebuah sesi Ted
http://www.ted.com/talks/don_norman_on_design_and_emotion.html
Selamat menikmati.

15.3.13

Arsitek dan Pembangunan Paska-Bencana

Bencana alam dan perang memberi banyak ruang bagi arsitek dan planner untuk mewujudkan ide-ide eksperimental mereka.

Corbusier dan arsitek-arsitek modernis lainnya memanfaatkan momentum pasca pertang dunia pertama untuk mengajukan konsep penataan kota yang modern dan membuat perumahan massal bagi korban perang. Sebagai contoh adalah Unite d'Habitation. Setelah perang banyak orang yang kehilangan tempat tinggal, hal ini merupakan momentum yang baik bagi pemerintah untuk menata ulang seluruh kota.


















Hal yang sama terjadi pula di Aceh. Paska tsunami tahun 2004, banyak tanah yang tidak jelas batas-batas kepemilikannya lagi, pagar-pagar tercabut, surat-surat tanah hilang terbawa arus atau bahkan pemiliknya yang sudah meninggal dunia. Pemerintah harus mencatat klaim kepemilikan tanah dari orang-orang yang selamat, dan mencocokkannya dengan arsip yang masih bertahan untuk diberikan relokasi tanah yang senilai. Hal ini dapat dilihat sebagai peluang untuk pemerintah untuk menata kembali kota dengan membuat rencana jangka panjang yang baru.

Penataan yang saya maksudkan disini adalah redesain kota secara menyeluruh dengan memperhatikan aspek-aspek kebencanaan. Hal ini diperlukan untuk meminimalisir kerugian ketika bencana terjadi kembali. Dan yang lebih penitng lagi, hal ini dapat dijadikan preseden bagi kota-kota lainnya yang memiliki potensi kebencanaan.

Momentum pemulihan paska-bencana juga dapat digunakan untuk memperkenalkan teknologi bangunan baru pada masyarakat. Pada gempa di Bantul-Klaten tahun 2009, diperkenalkan konstruksi kubah beton monolit sebagai solusi dari rumah tahan gempa. Metode pembangunan kubah beton pertama kali ditemukan oleh Dante Bini pada tahun 1960an. Metode konstruksi ini dipilih karena memiliki banyak keunggulan dibandingkan bangunan konvensional. Bangunan konvensional membutuhkan 200% - 300% lebih banyak beton, 300% - 400% lebih banyak pertulangan baja dan dua kali lebih banyak tenaga kerja dibandingkan dengan pembuatan bangunan kubah beton dengan ukuran yang sama, dengan nilai tambah konstruksi kubah beton lebih tahan terdahap bencana gempa. 

Ada beberapa metode yang dikembangkan untuk membuat konstruksi kubah beton ini, sang penemu, Dante Bini mendirikan perusahaan dan mematenkan metodenya dengan nama BiniShell. Ada pula NGO Internasional yang bernama Domes for The World Foundation (DFTW) yang membuat menamakan metodenya sebagai Ecoshell. Yang mana mereka dengan baik hati menyediakan booklet petunjuk pembuatan kubah sederhana di sini. Ide kubah beton sebagai metode alternatif konstruksi rumah merupakan ide yang sangat menarik, jika ada waktu dan minat, mungkin nanti saya akan mengulasnya dalam satu artikel.

Tabel perbandingan kebutuhan material dan luas ruangan yang dihasilkan antara konstruksi konvensional dan konstruksi kubah beton.





















10.3.13

Aestethics

Aesthetics (also spelled æsthetics) is a branch of philosophy dealing with the nature of artbeauty, and taste, with the creation and appreciation of beauty.[1][2] Wikipedia.org
Pada waktu kuliah saya diajarkan tentang Estetika Bentuk, yang mana mempelajari bagaimana menyusun komposisi bentuk sehingga menjadi indah. Sedangkan bagaimana memaknai keindahan itu sendiri diserahkan pada masing-masing mahasiswa untuk menafsirkannya. Kemudian ditransformasikan menurut persepsi dosen kedalam bentuk angka (nilai, score). Tidak ada seorangpun yang memberi tahu saya apa itu sebenarnya definisi keindahan. Padahal sejatinya keindahan menurut tiap-tiap orang itu berbeda.